Analisis Lingkungan Eksternal : Industri


‘sekelompok perusahaan yang memproduksi produk pokok yang sama’ (Rutherford, 1995 dalam Johnson, Scholes, & Whittington, 2008)

Lebih luas lagi, Porter (1980) mendefinisikan strategi sebagai ‘sekelompok perusahaan yang memproduksi produk yang saling menggantikan satu sama lain’. Ekonomi kreatif merupakan salah satu sektor industri, di samping industri pertanian, perdagangan, hotel dan resoran, jasa, pengolahan, dan sebagainya.

The Creative Economy: How People Make Money from Ideas (John Howkins, 2001)

Ekonomi kreatif menurut inpres no 6 tahun 2009 adalah kegiatan ekonomi berdasarkan pada kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Perpress no 72 tahun 2015 mengelompokkan ruang lingkup industri kreatif meliputi 16 subsektor yaitu arsitektur, desain interior, DKV, desain produk, fashion, film-animasi-video, fotografi, kriya, kuliner, musik, aplikasi-game developer, penerbitan, periklanan, seni pertunjukkan, seni rupa serta TV-radio. Hasil survey khusus Bekraf dan BPS (2015), ekonomi kreatif di Indonesia didominasi oleh 3 subsektor yaitu kuliner, fashion, kriya.

Intensitas kompetisi antarperusahaan sangat bervariasi antarindustri. Dari perspektif manajemen strategis, adalah berguna bagi manajer dalam perusahaan manapun untuk memahami kekuatan persaingan di industri atau sektor mereka karena ini akan menentukan daya tarik industri tersebut dan kemungkinan keberhasilan atau kegagalan perusahaan tertentu di dalamnya.

Analisis eksternal mencari lima kerangka kerja Michael Porter untuk analisis industri dan kemudian mengenalkan teknik untuk menganalisis dinamika industri. Kerangka yang dikenal dengan istilah Porter’s 5 Forces ini awalnya dikembangkan sebagai cara menilai daya tarik (potential profit) dari berbagai industri. Analisis struktur industri dengan kerangka lima kekuatan nilai untuk kebanyakan perusahaan dapat memberikan titik awal yang berguna untuk analisis strategis. Pesan penting Porter adalah bahwa jika lima kekuatan ini tinggi, maka industri tidak menarik untuk bersaing di dalamnya. Akan ada terlalu banyak kompetisi, dan terlalu banyak tekanan, untuk memungkinkan mendapat laba yang wajar.

Porter’s Five Forces (Porter, 1980)

1/5: pendatang baru (new entrants)

Betapa mudahnya masuk ke suatu industri secara jelas mempengaruhi tingkat kompetisi. Ancaman masuk bergantung pada tingkat dan tingginya penghalang untuk masuk (barrier to entry). Hambatan adalah faktor-faktor yang perlu diatasi oleh pendatang baru jika berhasil berhasil. Tingginya hambatan untuk masuk (high barriers to entry) bagus bagi pemain lama, karena melindungi dari pesaing baru yang akan masuk.

1.Skala ekonomi (economies of scale). Begitu pemain lama telah mencapai produksi berskala besar, akan sangat mahal bagi pendatang baru untuk menyaingi dan mencapai volume yang sama, pendatang baru akan memiliki biaya unit yang lebih tinggi.

2.Diferensiasi produk (mutu & Brand). Diferensiasi berarti menyediakan produk atau layanan dengan nilai yang dirasakan lebih tinggi daripada kompetitor. Diferensiasi mengurangi ancaman masuk karena meningkatkan loyalitas pelanggan.  Dengan kata lain, loyalitas konsumen yang tinggi akan menjadi hambatan tinggi untuk masuk (great barrier to entry). Untuk mengatasi hal ini, pendatang baru sering menawarkan produk dengan harga lebih rendah. Keputusan ini, bagaimanapun, dapat menghasilkan keuntungan yang lebih rendah atau bahkan kerugian.

3.Persyaratan modal yang cukup besar akan menjadi hambatan tinggi untuk memasuki suatu industri. Kebutuhan untuk menginvestasikan sumber daya keuangan yang besar menciptakan hambatan yang signifikan untuk masuk ke industri manufaktur/ otomotif .

4.Biaya beralih (switching cost) adalah biaya yang dikeluarkan pelanggan saat mereka membeli dari pemasok yang berbeda. Program loyalitas pelanggan, seperti  airlines’ frequent flyer miles, dimaksudkan untuk meningkatkan biaya beralih pelanggan. Jika biaya beralih tinggi, pemain baru harus menawarkan harga yang jauh lebih rendah atau produk yang jauh lebih baik untuk menarik pembeli.

5.Akses ke pasokan & saluran distribusi. Di banyak industri, produsen memiliki kendali atas pasokan dan / atau jalur distribusi. Terkadang hal ini melalui kepemilikan langsung (vertical integration) dengan mempunyai ritel sendiri, terkadang hanya melalui loyalitas pelanggan atau pemasok. Sebagai contoh, Elex Media Komputindo sebagai anak perusahaan Gramedia memiliki akses ke pasar lewat Toko Gramedia. Dalam hal ini, pendatang baru harus meyakinkan distributor untuk mengambil produk mereka. Di beberapa industri, penghalang ini telah diatasi oleh pendatang baru yang telah melewati distributor ritel dan dijual langsung ke konsumen melalui e-commerce.

6.Kebijakan pemerintah. Batasan hukum pada pendatang baru bervariasi dari perlindungan paten (misalnya, obat-obatan), hingga peraturan pasar, sampai tindakan pemerintah langsung (misalnya tarif). Pemerintah dapat membatasi masuk ke industri melalui persyaratan perizinan dengan membatasi akses terhadap bahan baku, seperti  ladang pohon jati, situs pengeboran minyak di kawasan lindung. Tentu saja, organisasi rentan terhadap pendatang baru jika pemerintah menghapus perlindungan tertentu.

2/5: Daya tawar pemasok (bargaining power of suppliers)

Pemasok adalah mereka yang memasok organisasi dengan apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk atau layanan, termasuk bahan bakar, bahan baku, peralatan, tenaga kerja dan sumber keuangan. Pemasok dapat mempengaruhi industri melalui kemampuan mereka dalam menaikkan harga atau mengurangi kualitas barang dan jasa yang diperjualbelikan. Jika daya tawar tinggi, pemasok dapat mengambil potensi keuntungan dengan menaikkan harga. Pemasok “kuat” saat:

1.Sedikit dan terkonsentrasi

2.Tidak ada pengganti

3.Perusahaan industri tidak signifikan terhadap pemasok. Industri hanya membeli sebagian kecil dari barang dan jasa pemasok sehingga tidak penting bagi pemasok

4.Barang pemasok sangat penting bagi kesuksesan pembeli

5.Biaya peralihan (switching cost) tinggi. Jika mahal untuk berpindah dari satu pemasok ke pemasok lainnya, maka pembeli menjadi lemah dan relatif ketergantungan. Microsoft adalah pemasok yang kuat karena tingginya biaya beralih (biaya training, pembelian software) ke sistem operasi yang lain.

6. Ancaman integrasi ke depan (forward integration). Suplier menjadi kuat jika mampu memotong akses distribusi. Hal ini disebut integrasi vertikal ke depan (forward integration), di mana perusahaan bergerak mendekati konsumen akhir.

 

3/5: Daya tawar pembeli (bargaining power of buyers)

Pembeli mempengaruhi industri melalui kemampuan menekan harga, menawar kualitas yang lebih tinggi, dan memainkan kompetitor. Untuk mengurangi biaya mereka, tawar-menawar pembeli untuk kualitas yang lebih tinggi, tingkat layanan yang lebih tinggi, dan harga yang lebih rendah. Daya tawar pembeli “kuat” saat:

1.Beli sebagian besar dari total output industri (borong)

2.Penjualan produk menyumbang pendapatan tahunan penjual yang signifikan

3.Biaya beralih rendah (ke produk industri lain yang sejenis). Produk yang dibeli tidak penting dalam kualitas atau harga akhir dan dengan demikian dapat dengan mudah diganti tanpa mempengaruhi produk. Kekuatan Internet sebagai alternatif belanja dan distribusi telah meningkatkan daya tawar konsumen di banyak industri. Tidak ada biaya beralih secara virtual saat mereka memutuskan untuk beralih dan membeli dari satu produsen ke produsen lainnya

4.Produk industri tidak terdiferensiasi atau standar (Banyak produk/ pemasok produk yang sama)

5. Ancaman integrasi ke belakang (backward integration). Percetakan mampu memproduksi kertas sendiri. Integrasi ke belakang bisa terjadi jika pembeli tidak dapat memperoleh harga atau kualitas yang memuaskan dari pemasok.

 

4/5: Ancaman produk pengganti (Threat of substitute products)

Perusahaan terkadang hanya fokus pada pesaing, dan menghiraukan produk pengganti. Produk pengganti/ substitusi adalah barang atau jasa di luar industri tertentu melakukan fungsi yang sama atau serupa dengan proses/ karakteristik yang beda. Pengganti “kuat” jika:

1.fungsi yang sama atau serupa dengan harga yang kompetitif

2.menawarkan kualitas & kinerja sama/ lebih

3.Rendahnya “switching cost”

 

5/5: Intensitas Rivalitas Antar Pesaing (Intensity of Rivalry Among Competitors)

Saingan kompetitif adalah organisasi dengan produk dan layanan serupa yang ditujukan untuk kelompok pelanggan yang sama (bukan substitusi) (Johnson dkk, 2008). Perusahaan dalam industri jarang homogen; mereka berbeda dalam sumber daya dan kemampuan dan berusaha membedakan diri dari pesaing (Sirmon, Gove, Hitt, 2008). Dengan demikian hambatan yang rendah untuk masuk meningkatkan jumlah saingan; pembeli yang kuat dengan biaya  beralih yang rendah memaksa pemasok mereka ke persaingan tinggi untuk menawarkan penawaran terbaik. Persaingan yang semakin kompetitif di sana, semakin buruk bagi pemain bertahan di industri ini. Intensitas Rivalitas Antar Pesaing disebabkan oleh:

1.Banyak kompetitor seimbang. 

Bila pesaing sedikit dan kira-kira sama besarnya, mereka saling memperhatikan untuk dapat menyesuaikan pergerakan perusahaan lain. Sebaliknya, industri yang kurang bersaing cenderung memiliki satu atau dua perusahaan dominan, dimana pemain yang lebih kecil enggan untuk menantang yang lebih besar secara langsung (misalnya, dengan berfokus pada ceruk untuk menghindari ‘perhatian’ perusahaan dominan)

2.Pertumbuhan industri yang lambat. 

Persaingan dalam pertumbuhan industri yang lambat akan lebih tinggi karena perusahaan berjuang untuk meningkatkan pangsa pasar mereka dengan menarik pelanggan pesaing (Nadkarni & Narayanan, 2007). Pasar dengan pertumbuhan rendah sering dikaitkan dengan persaingan harga dan profitabilitas rendah.

3.Tingginya biaya tetap & biaya penyimpanan. Bila biaya tetap hampir sebesar biaya total, perusahaan mencoba memaksimalkan penggunaan kapasitas produktif mereka. Dengan melakukan hal itu, memungkinkan perusahaan untuk menyebarkan biaya melebihi volume output yang lebih besar. Namun, ketika banyak perusahaan berusaha memaksimalkan kapasitas produktif mereka, akan ada kelebihan kapasitas secara industry. Untuk kemudian mengurangi persediaan, masing-masing perusahaan biasanya memotong harga produk mereka dan menawarkan potongan harga dan potongan khusus lainnya kepada pelanggan.

4.Kurangnya diferensiasi atau rendahnya switching cost. Industri dengan banyak perusahaan yang telah berhasil membedakan produk mereka memiliki persaingan yang kurang, sehingga menghasilkan persaingan yang lebih rendah untuk perusahaan individual. Dalam pasar komoditi, persaingan meningkat karena hanya sedikit yang menghentikan pelanggan berpindah antar pesaing. Dalam kasus ini, keputusan pembelian pembeli didasarkan terutama pada harga dan layanan.

5.Hambatan keluar yang tinggi menghalangi perusahaan meninggalkan industri. Hambatan keluar tinggi jika:

  • Aset khusus (aset dengan nilai terkait dengan bisnis atau lokasi tertentu)
  • Biaya tetap keluar (seperti perjanjian kerja)
  • Keterkaitan strategis (hubungan saling ketergantungan antara satu bisnis dan bagian lain dari operasi perusahaan, termasuk fasilitas bersama dan akses ke pasar keuangan)
  • Hambatan emosional (kesetiaan kepada karyawan, dan sebagainya)
  • Pelarangan & pembatasan Pemerintah dan pembatasan sosial (sering didasarkan pada kekhawatiran pemerintah atas pengangguran massal dan dampak ekonomi regional)

 

Referensi:

David, Fred.R.2011. Strategic Management: A Competitive Advantage Approach, Concepts and Cases. Prentice Hill

Hitt, M.A., Ireland, R.D., & Hoskisson, R.E. 2011. Strategic Management: Competitiveness & Globalization 9e. Manosn: Cengage Learning

Johnson, G., Scholes, K., & Whittington, R.  2008. Exploring Corporate Strategy *th ed. Harlow: Pearson Education

Nadkarni, S. & Narayanan, V. K. 2007, Strategic schemas, strategic flexibility, and firm performance: The moderating role of industry clockspeed, Strategic Management Journal, 28: 243–270

Porter, M.E. 1980. COMPETITIVE STRATEGY Techniques for Analyzing Industries and Competitors With a new Introduction. New York: THE FREE PRESS

Sirmon, D. G.  Gove, S. &  Hitt, M. H. 2008, Resource management in dyadic competitive rivalry: The effects of resource bundling and deployment, Academy of Management Journal, 51: 919–935

Wheelen, T.L. and Hunger, J.D. 2012. Strategic Management & Business Policy: Toward Global Sustainability. 13th ed.  Boston: Pearson


Leave a Reply