ASEAN Millenial


Kenapa milenial? Generasi ini dipercaya menjadi penentu kekuatan ASEAN di masa depan seperti dengan penggunaan teknologi digital, pemberlakuan AEC/ MEA dan globalisasi yang dapat mendorong perkembangan generasi milenial.

Riset Global Consumer Confidence Index terakhir menunjukkan di antara 10 negara dengan indeks tertinggi, 4 diantaranya dari ASEAN. 4 negara tersebut adalah Filipina, Indonesia, Vietnam dan Thailand. Tingginya tingkat kepercayaan ini berasal dari kalangan milenial. Kalangan milenial ASEAN memang memiliki tingkat kepercayaan tinggi terutama dari negara berkembang seperti Kamboja, Myanmar dan Vietnam.

Pengaruh generasi milenial di Asean pun benar-benar diperhitungkan karena jumlahnya mencapai sepertiga dari populasi di negara ASEAN. Mereka dalam tahap meniti karir dan berkeluarga. Jadi daya beli dan tingkat pengeluaran pun akan terus meningkat dalam beberapa waktu ke depan.

Selain daya beli yang terus meningkat, mereka sangat dikenal sering menyebarkan word of mouth berupa foto, review dan sekedar diskusi produk sehingga mereka dikatakan generasi penggerak ekonomi digital dan mesin baru pemacu pertumbuhan di ASEAN.

Simon Sinek penulis buku asal Inggris menyebutkan ada empat faktor utama yang mempengaruhi generasi milenial yaitu pola asuh, teknologi, ketidaksabaran dan lingkungan. Pola asuh karena mereka dimanja oleh orang tuanya yang kebanyakan generasi baby boomers. Dari faktor teknologi, milenial sendiri adalah generasi yang telah mencicipi internet sejak muda. Faktor ketiga, ketidaksabaran; mereka terbiasa mendapatkan hasil instan pada hal apapun sehingga tidak terbiasa menekuni satu hal hingga benar-benar menguasai secara mendalam. Tidak semua dapat dilakukan dengan instan seperti hubungan sosial, pekerjaan, pengembangan diri; sehingga generasi milenial sulit dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang sekaligus menjadi faktor ke-4.

Studi yang dilakukan Hakuhodo, generasi milenial terbagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, yang lahir pada tahun 80-an; cenderung mencari keseimbangan antara kehati-hatian dan mengambil peluang semaksimal mungkin. Kelompok kedua lahir tahun 90-an yang sangat optimis menghadapi masa depan. Mereka tidak segan melakukan sesuatu dengan segera. Mereka kritis dan terbiasa melakukan riset terlebih dahulu di internet setelah melakukan pembelian dan konsumsi. Mereka seringkali membuat ulasan produk di berbagai platform.

Konsep marketing 4.0 yang disusun bersama Profesor Philip Kotler, Hermawan Kartajaya dan Iwan Setiawan; salah satunya adalah perilaku konsumen yang awalnya aware, attitude, act, act again menjadi aware, Appeal, ask, act, advocate. Perubahan ini pula banyak didorong oleh generasi milenial.

Generasi milenial bisa dikatakan masih youth, sebagian women dan sebagian besar netizen yang berpengaruh pada generasi sebelumnya baby boomers dan X serta generasi setelahnya z dan Alfa. Jadi cara yang paling efektif untuk mendekati millennials adalah dengan media sosial populer di masing-masing negara.

Milenial juga dikenal sebagai kelompok yang memiliki loyalitas merek yang rendah. Mereka lebih suka coba coba sesuatu yang baru dibanding mengulangi membeli perilaku yang sama; sehingga kuncinya adalah bukan pembelian yang berulang tapi bagaimana memaksimalkan advokasi mereka. Untuk itu, selain memperhatikan konten produk juga harus memperhatikan  konteks yang menarik sehingga mereka terdorong untuk share, like, comment bahkan repost. Di samping itu, penting untuk memberikan pengalaman menarik sehingga membuat milenial ter-  engaged dan mau menyebarkan advokasi di media sosial.

Sumber:
Hermawan Kartajaya dan Iwan Setiawan. 2018. Winning the ASEAN millennials: the next engine of growth, marketeers September 2018, hal 29-34.